Minggu, 09 Maret 2008

Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini

PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK USIA DINI @
Oleh. Muhammad Roqib *


I. Pendahuluan
Keresahan orang tua terhadap perkembangan free sex sudah sampai pada kondisi darurat yang harus mendapatkan penanganan khusus dari berbagai pihak terutama tokoh agama, aktivis pendidikan, dan lebih-lebih pemerintah yang mendapatkan amanah dari rakyat untuk menyejahterakan dan membahagiakan kehidupan warga-bangsanya.[1] Perhatian harus ditingkatkan karena perkembangan media dan fasilitas yang menjurus ke free sex saat ini semakin canggih, lengkap, dan mudah diakses oleh masyarakat miskin sekalipun. Fasilitas dan media yang berpotensi merusak moralitas generasi ini tidak berimbang dengan kebijakan dan tanggap darurat yang dimiliki oleh pemerintah juga tokoh-tokoh pendidikan dan agama. Perebutan dominasi ke arah kebebasan negatif dimungkinkan akan terjadi jika tidak segera dilakukan antisipasinya dengan cerdas.
Media elektronik semacam TV, Video, CD, Film, internet, dan HP dan media cetak seperti koran, majalah, tabloid, brosur, foto, kartu, kertas stensilan yang berbau porno dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat dan semakin terbuka serta mudah tanpa ada pengendalian yang memadai. Orang tua dan pemerintah semakin permisif dan seakan memberikan “dukungan” karenanya produk “kelam” ini cukup laris di pasaran atau konsumen.
Pelayanan mudah terkait dengan yang serba mesum bisa dipuaskan lewat lokalisasi, tempat remang-remang, konsultasi seks lewat sms, dan telepon, sampai pada pemanfaatan tempat rekreasai dan hotel atau penginapan. Sudah menjadi rahasia umum, kondisi ini didiamkan oleh pemerintah atau anggota legislatif yang menangani penertiban dan penyembuhan penyakit masyarakat itu. Teguran Tuhan dengan menurunkan berbagai penyakit kelamin yang ganas dan mematikan seperti HIV/AIDS belum direspon baik oleh manusia sehingga semua komponen belum kompak tergugah untuk bergerak bersama menyelamatkan bangsa dan generasi muda.
Beberapa waktu yang lalu, Tuhan membuka sebagian kecil pentas free sex dan perdagangannya ini menembus lapisan masyarakat elit di negeri ini dan diberitakan besar-besaran oleh media massa.[2] Sorotan tajam dan terbuka menggelinding ke massa di antaranya karena pelaku laki-laki memiliki background sebagai anggota DPR, mantan aktifis mahasiswa, dan koordinator bidang kerohanian partai, sedang pelaku perempuan alumni SMAM 2 Sidoarjo dan sebagai penyanyi dangdut yang berarti keduanya sebagai public figure.
Berbeda dengan berita poligami KH. Abdullah Gimnastiyar atau lebih dikenal dengan sebutan Aa’ Gym. Pemberitaan terhadap Aa’ Gym di antaranya adalah karena ia seorang muballigh yang sedang berada di atas puncak popularitas. Sebagai pengasuh Pesantren Daruttauhid Bandung, ia memiliki jaringan radio yang sangat luas di berbagai daerah dan TV. Manajemen Qolbu yang sering diajarakan kepada umat, saat ia poligami menuntutnya untuk melaksanakannya lebih disiplin.
Meskipun dua kasus ini berbeda tetapi ada benang merahnya yaitu seks. Yang pertama terkait dengan eksploitasi seks di luar akad pernikahan dan kemudian diekspose ke luar, sedang yang kedua adalah tentang penyaluran libido seksual yang diikat dalam pernikahan kedua atau poligami. Yang pertama masyarakat seakan sudah ada konsensus bahwa eksploitasi seks tersebut bertentangan dengan agama dan norma budaya bangsa. Realitanya hal tersebut seakan diakui wajar dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dewasa, karenanya keduanya tetap bisa diterima oleh masyarakat meskipun hukuman sosial dirasakan amat berat. Kasus kedua merupakan pelaksanaan terhadap ajaran agama yang debateble, mayoritas ulama menyatakan halal tetapi sebagian kecil menggugat bahkan ada yang mengharamkan. Realitasnya, poligami secara hukum Islam dan perundang-undangan tetap halal, tidak dilarang oleh undang-undang, dan hanya dibatasi agar tidak terjadi penyalahgunaan seperti dijadikan alat pemuasan nafsu seksual bagi pelakunya. Meski demikian, Aa’ Gym telah menerima perlakuan dan pengadilan sosial yang luar biasa keras[3] seperti cemoohan dan perlakuan lain yang dapat mengurangi kenyamanan hidupnya.
Dalam konteks liberalitas seksual ada hasil penelitian yang menyoroti tentang virginitas yang terasa sangat mengguncang kota Jogjakarta sebagai kota pendidikan dan kota budaya. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: 97.05% mahasiswa di Jogjakarta telah kehilangan keperawanannya. Nyaris 100% atau secara matematis bisa disepadankan dengan 10 gadis dari 11 gadis sudah tidak perawan yang diakibatkan oleh hubungan seksual. Bukan karena kecelakaan yang memicu robeknya selaput dara vagina. Budaya hedonime telah menjadi trend dalam masyarakat terutama di kota metropolitan seperti Jakarta. [4]
Dalam konteks politik juga demikian akhir-akhir ini, menurut Boni Hargens[5] berkembang istilah binalitas politik, karena ternyata politik tidak hanya rakus uang (harta) dan kekuasaan (tahta) atau banality of politics saja, tetapi juga haus seks (binality of politics). Ciri banal dan binal dalam politik kita sangat memalukan dan telah menisbikan prinsip moralitas dalam politik yang menunjukkan defisit moral pribadi para pejabat publik dan defisit moral politik secara general. Permainan uang, janji-janji jabatan, dan pelayan seks dalam berpolitik menunjukkan indikator dekadensi moral yang amat memprihatinkan.
Seks yang disanjung itu telah merambah ke berbagai kalangan karena itu amat penting untuk disikapi lebih serius terutama bagi anak-anak yang masih rentan dan mudah terpengaruh. Tulisan ini hendak mengkaji tentang pendidikan seks pada anak usia dini, sekitar usia pra sekolah. Meski demikian pembahasan ini bisa menyentuh juga pada wilayah anak-anak dan remaja karena masih berdekatan.[6] Dasar ayat dan hadis tidak penulis tulis teksnya dalam makalah ini dengan harapan pembaca dapat mengkaji lebih jauh lewat beberapa referensi yang kami pilih.

II. Mengapa Perlu Pendidikan Seks
Sebagaimana telah disebutkan bahwa perkembangan ilmu dan teknologi telah membuat dunia bagaikan “desa buana” yang segalanya serba transparan dan mudah dan cepat diakses oleh siapa, kapan, di mana saja. Informasi dan pengalaman seksual bisa diperoleh secara bebas telanjang tanpa filter dan ini bisa berpengaruh secara psikis bagi anak. Jika anak memperoleh informasi dan pengalaman tentang seks yang salah akan membuat beban psikis dan bisa mempengaruhi kesehatan seksualnya kelak. Anak-anak memiliki kebiasaan menirukan apa yang dilakukan oleh orang lain.
Sementara, penerapan teknologi tersebut telah menciptakan manusia mesin (l’homme machine) dalam masyarakat modern. Melalui perjalanan yang panjang teknologi membentuk prilaku manusia mesin yang hidupnya hanya didasarkan pada stimulus (S) dan response (R) sebagaimana digambarkan dalam psikologi Behaviorism. Pribadi yang asalnya bebas, utuh, dan rasional bisa tenggelam dalam satuan yang disebut masyarakat massa. Massa menjadi satu-satunya entitas yang harus diperhitungkan. Manusia mesin serta manusia dan masyarakat massa itu menghasilkan budaya massa. Budaya massa itu, menurut Kuntowijoyo adalah produk dari mayoritas yang ”tak berbudaya”, berbeda dengan budaya adiluhung yang dihasilkan oleh elit.[7] Budaya ini dieksperesikan dalam bentuk kesenian, buku-buku, elektronika, barang konsumsi, dan alat kebijakasanaan populer seperti bahasa gaul. Budaya massa telah menajdi komoditas, suatu commodity fethism, yang lebih menekankan selera kebutuhan konsumen.
Selain budaya massa yang mempola dengan sangat jenius terhadap prilaku manusia, pendidikan seks diperlukan diberikan sejak dini karena terkait dengan libido skesual manusia itu sendiri. Meski ada yang berpendapat bahwa masa kanak-kanak tidak mengenal gairah seks, teori Freud tentang libido berpendapat bahwa anak-anak menghisap jempol dianggap memiliki arti seksual, bahkan cinta anak kepada ibunya dianggap sebagai ssuatu yang berlandaskan seks dan dihubungkan dengan kecemburuan terhadap ayahnya. Kesimpulannya kesadaran seksualitas sudah tumbuh sejak masa kanak-kanak. Wacana lain yang lebih bijaksana juga bisa dipahami bila libido tidak saja dimaknai sebagai mendorong kegairahan seks tetapi lebih luas yaitu berarti ”energi fisik”. Tendensi anak-anak untuk bermain-main terhadap alat kelaminnya tidak manifestasi seksual yang terlalu dini tetapi sebagai ”kesenangan fisik mendasar” yang sangat mengatur kehidupan kanak-kanak. Kepuasan fisik tersebut bisa diperoleh lewat isapan, buang air, stimulasi kulit, masturbasi, dan kesenangan untuk telanjang.[8]
Pertimbangan lain, pendidikan seks diberikan lebih awal disebabkan karena karakter dasar manusia itu dibentuk pada masa kanak-kanak, dan ahli psikoanalisa telah membuktikan tentang pengaruh yang baik atau tidak baik pada tahun-tahun pertama terhadap pertumbuhan karakter dasar anak. Pendidikan yang salah dapat mempengaruhi perkembangan berbagai bentuk penyimpangan seksual pada masa-masa berikutnya. [9] Pendidikan seks pada anak usia dini dimungkinkan dapat meluruskan pemahaman dan prilaku seks anak-anak sehingga bisa lebih positif.
Secara lebih luas penelitian Katharine Davies memperkuat sisi penting pendidikan seks ini. Hasil peneltian Katherine menunjukkan bahwa perempuan yang telah menerima pendidikan seks pada usia dini, 57 % menikah dengan dengan bahagia.[10] Pendidikan seks berperan positif dalam membangun mahligai kehidupan keluarga yang lebih baik karena dalam prosesnya ada desain pembelajaran yang mempertimbangkan tentang kebaikan anak.

III. Pendidikan Seks terhadap Anak Sebagai Amanah
Selain itu, dalam perspektif spiritual, anak (aulad) --dalam al-Qur’an disebut bareng dengan harta (amwal), harta—adalah fitnah atau cobaan (al-Anfal/8:28, al-Taghabun/ 64:15). Sebagai cobaan karena anak memiliki posisi yang amat penting dalam kehidupan orang tua dan masyarakat. Anak merupakan kebanggaan bagi keluarga oleh karena itu harus dipersiapkan masa depannya. Untuk mendidiknya akan menemukan berbagai kendala di samping karena sifat anak yang memang sulit didisiplinkan juga karena orang tua memiliki kepentingan berlebih kepada anak-anaknya di samping kasih sayang.
Amanah berat ini tetap harus dilaksanakan agar kualitas anak dapat diperoleh. Al-Qur’an mengingatkan agar manusia khawatir dan atau takut jika meninggalkan generasi keturunan (dzurriyyah) yang lemah yang disangsikan kualitas dan masadepannya (QS. Al-Nisa’/ 4:8). Orang tua harus berusaha optimal untuk pendidikan anak-anaknya.
Posisi anak dalam keluarga yang amat penting tersebut membuat sejumlah tokoh membuat risalah, pesan khusus buat anak. Lukman al-Hakim pesan edukatifnya diabadikan dalam al-Qur’an dan menjadi rujukan bagi pembacanya. Imam Ghazali juga membuat risalah kecil, Ayyuha al-Walad, untuk anak-anak agar memiliki perhatian yang tinggi terhadap ilmu, moral, kerja positif, jiwa, dan spiritual.[11]
Jika anak adalah amanah maka mendidiknya dalam arti yang seluas-luasnya juga amanah yang harus dilaksanakan oleh orangtua dan guru, termasuk pendidikan seks pada anak usia dini.

IV. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seks merupakan upaya transfer pengetahuan dan nilai (knowledge and values) tentang fisik-genetik dan fungsinya khususnya yang terkait dengan jenis (sex) laki-laki dan perempuan sebagai kelanjutan dari kecenderungan primitif makhluk hewan dan manusia yang tertarik dan mencintai lain jenisnya. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang tidak Islami serta menutup segala kemungkinan kearah hubungan seksual terlarang. Pengarahan dan pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik, psikis, dan spiritual.
Pendidikan seks merupakan upaya menindaklanjuti kecenderungan insting manusia. Laki-laki dengan dasar naluri insting sehatnya akan mencintai perempuan dan jika mereka “mencintai selain perempuan” (min duni al-nisa’) maka ia termasuk kelompok yang memiliki nafsu seksual menyimpang seperti kaum Luth (homo) yang dilaknat Tuhan (QS. Al-A’raf/7:80, al-Naml/22: 55). Pendidikan ini berusaha untuk mengenal penciptaan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan. Saling mengenal menuju ketakwaan kepada Tuhan (al-Hujarat/49: 13).
Melalui pendidikan akan berkembang rasa cinta karena ada pengetahuan, pengenalan, dan pengertian yang baik terhadap jenis lain. Rasa cinta laki-laki yang sudah “mampu” idealnya segera ditindaklanjuti dengan pernikahan sehingga bisa menciptakan hidup yang maslahah penuh ketenangan dan cinta kasih (sakinah, mawaddah, rahmah) sesuai dengan insting kemanusiaanya (al-Rum/30: 21). Karena telah memahami, suami akan memperlakukan istrinya dengan ma’ruf, dan melakukan hubungan seksual (jima’) secara sopan dan nyaman untuk mereguk kenikmatan bersama dengan teknik dan arah mana yang disukainya, fa’tu hartsakum anna syi’tum (QS. Al-Baqarah/2: 223).
Pendidikan seks dapat mengantarkan pemahaman terhadap antar jenis, bahwa manusia (laki-laki-perempuan) sama di hadapan Allah yang membedakan secara fisik hanya bentuk anatomi tubuh beserta fungsi reproduksinya saja sehingga karena perbedaan itu yang laki-laki bisa membuahi dan perempuan bisa dibuahi, hamil, dan melahirkan. Pada wilayah domistik dan publik kedua jenis kelamin ini harus saling melengkapi, menyempurnakan, dan mencintai untuk membangun ketakwaan dan keharmonisan hidup bersama dalam keluarga dan masyarakat. Pergolakan panjang dalam sejarah dan sampai kini yang masih dapat disaksikan adalah perempuan diposisikan sebagai barang yang bisa diperjualbelikan (traficking seperti jaman Jahiliah) dan dimiliki seperti barang. Ekspresi laki-laki bahwa ia “memiliki perempuan” menyimpan dua makna; perempuan sebagai obyek dan sebagai sesuatu yang arbitrer tidak terlalu jelas dibedakan.[12]
Secara garis besar, pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan agar dapat: [13]
1. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan.
2. Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan.
3. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual.
4. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.
5. Mendorong hubungan yang baik.
6. mencegah remaja dibawah umur terlibat dalam hubungan seksual (sexual intercourse).
7. Mengurangi kasus infeksi melalui seks.
8. Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.

V. Teknik Pendidikan Seks
Strategi pendidikan seks, sebagaimana pendidikan dengan materi apapun, harus disesuaikan dengan tujuan, tingkat kedalaman materi, usia anak, tingkat pengetahuan dan kedewasaan anak, dan media yang dimiliki oleh pendidik. Apabila dikaitkan dengan budaya lokal, penjelasan harus tidak tercerabut dari tradisi lokal yang positif, moral, dan ajaran agama.
Sebagai orang Jawa, pendidik diharapkan memahami tentang budayanya termasuk dalam pendidikan seksnya. Dalam budaya Jawa pendidikan seks dimulai dari hubungan-hubungan sosial pada masa remaja dalam sistem sosial Jawa yang erat sangkut-pautnya dengan proses tercapainya tingkat kedewasaan biologis. Masalah seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka dalam keluarga dan masyarakat Jawa umumnya meskipun dalam percakapan banyak lelucon mengenai seks. Karena ada rasa tabu dalam pembicaraan seks, orang Jawa memiliki simbol lingga- yoni. Lingga melambangkan falus atau penis, alat kelamin laki-laki. Sedangkan Yoni melambangkan vagina, alat kelamin perempuan. Simbol-simbol ini sudah lama dipakai oleh masyarakat nusantara sebagai penghalusan atau pasemon dari hal yang dianggap jorok. Simbol lain seperti lesung-alu, munthuk-cobek dan sebagainya juga bermakna sejenis. Pelukisan seksual dalam khasanah filsafat Jawa dikenal dengan isbat curiga manjing warangka yang arti lugasnya adalah keris masuk kedalam sarungnya.[14]
Pendidikan seks model Jawa yang serba menggunakan unggah-ungguh agar tidak “saru” tersebut disebakan karena hubungan seksual dalam pandangan Jawa merupakan sesuatu yang luhur, sakral, dan memiliki fungsi untuk menjaga keharmonisan dan kelangsungan hidup manusia. Keharmonisan yang beraroma kenikmatan tinggi jika menggunakan seluruh tubuh untuk mencari dan mengekspresikan kepuasan satu sama lain. Hubungan seksual demikian adalah seks yang sesungguhnya dan yang memberi arti yang sangat dalam.[15]
Secara edukatif, anak bisa diberi pendidikan seks semenjak ia bertanya diseputar seks. Bisa jadi pertanyaan anak tidak terucap lewat kata-kata, untuk itu ekspresi anak harus bisa ditangkap oleh orang tua atau pendidik. Clara Kriswanto, sebagaimana yang dikutip oleh Nurhayati Syaifuddin,[16] menyatakan bahwa pendidikan seks untuk anak usia 0-5 tahun adalah dengan teknik atau strategi :
1. Membantu anak agar ia merasa nyaman dengan tubuhnya.
2. Memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan kasih sayang dari orang tuanya secara tulus. [17]
3. Membantu anak memahami perbedaan prilaku yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan di depan umum seperti anak selesai mandi harus mengenakan baju kembali di dalam kamar mandi atau di dalam kamar. Anak diberi tahu tentang hal-hal pribadi, tidak boleh disentuh, dan dilihat orang lain.
4. Mengajar anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan.[18]
5. Memberikan penjelasan tentang proses perkembangan tubuh seperti hamil dan melahirkan dalam kalimat yang sederhana, bagaimana bayi bisa dalam kandungan ibu sesuai tingkat kognitif anak. Tidak diperkenankan berbohong kepada anak seperti ”adik datang dari langit atau dibawa burung”. Penjelasan disesuaikan dengan keingintahuan atau pertanyaan anak misalnya dengan contoh yang terjadi pada binatang.[19]
6. Memberikan pemahaman tentang fungsi anggota tubuh secara wajar yang mampu menghindarkan diri dari perasaan malu dan bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya sendiri.[20]
7. Mengajarkan anak untuk mengetahui nama-nama yang benar pada setiap bagian tubuh dan fungsinya. Vagina adalah nama alat kelamin perempuan dan penis adalah alat kelamin pria ketimbang mengatakan dompet atau burung.[21]
8. Membantu anak memahami konsep pribadi dan mengajarkan kepada mereka kalau pembicaraan seks adalah pribadi.[22]
9. Memberi dukungan dan suasana kondusif agar anak mau berkonsultasi kepada orang tua untuk setiap pertanyaan tentang seks.
10. Perlu ditambahkan, teknik pendidikan seks dengan memberikan pemahaman kepada anak tentang susunan keluarga (nasab) sehingga memahami struktur sosial dan ajaran agama yang terkait dengan pergaulan laki-laki dan perempuan.[23] Saat anak sudah bisa nalar terhadap struktur tersebut orang tua bisa mengkaitkannya dengan pelajaran Fiqh.
11. Membiasakan dengan pakaian yang sesuai dengan jenis kelaminnya dalam kehidupan sehari-hari dan juga saat melaksanakan salat akan mempermudah anak memahami dan menghormati anggota tubuhnya.[24]
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa teknik pendidikan seks tersebut dilakukan dengan menyesuaikan terhadap kemampuan dan pemahaman anak sehingga teknik penyampaian dan bahasa amat perlu dipertimbangkan.
VI. Guru Pendidikan Seks
Tugas mendidik anak pada dasarnya menjadi kewajiban kedua orang tua tetapi karena berbagai keterbatasan tugas orang tua tersebut dibagi dengan kerabat dekat, guru, ustadz, kyai, atau pendidik beserta masyarakat lingkungan di mana anak tersebut tinggal.
Pada anak usia 0-5 tahun peran orang tua dan guru PAUD menjadi dominan karena mobilitas mereka banyak berpusat pada keluarga dan PAUD. Di luar itu anak usia dini berinteraksi dengan teman bermainnya yang sebaya dalam groupnya. Kebanyakan ibu yang mengambil peran lebih dibandingkan dengan yang lain. Ibu sebagai penjaga dan pendidik (seks) anak pada usia dini diharuskan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai terhadap materi dan strategi pembelajarannya.
Ibu dan perempuan yang pada umumnya sangat dekat dengan anak-anak memerlukan pendidikan yang cukup dan tidak bisa lagi ditolerir mereka hanya diajar oleh orang tua secara natural tanpa desain pembelajaran dan pendidikan yang memadai. Pendidikan perempuan yang berkualitas harus diupayakan terus menerus jika masyarakat menginginkan kehidupan masa depannya menjadi lebih baik dan berperadaban.[25]

VII. Tempat Pendidikan Seks
Terkait dengan tempat pendidikan seks bagi anak, patut direnungkan pernyataan menarik dari Kuntowijoyo tentang generasi Muslim saat ini yang sulit dikendalikan oleh tokoh-tokoh agama dan spiritual dan berkoordinasi dengan ulamanya meskipun ia memiliki pemahaman keagamaan yang memadai. Menurut Kunto, hal ini disebabkan karena mereka jauh dari masjid dan belajar secara anonim, dalam artian mereka belajar tidak berhadapan dengan guru atau ustadz di masjid sebagaimana jaman dahulu biasa dilakukan oleh para remaja desa. Saat ini para pemuda Muslim belajar Islam dari koran, majalah, radio, TV, dan internet. Tidak ada lagi komunikasi antara guru- murid sehingga tiada pula interaksi dan ikatan batin dan ruhaniyah (spiritual) di antara mereka. Generasi baru Muslim ini telah lahir dari rahim sejarah, tanpa kehadiran sang ayah, tidak ditunggui saudara-saudaranya. Tangisnya kalah keras oleh gemuruh teriakan-teriakan reformasi, generasi yang tanpa rujukan yang jelas, generasi yang tidak mempedulikan anatomi dan rujukan keilmuannya yang disebutnya sebagai Muslim tanpa masjid. [26]
Pendidikan seks bagi anak sejak dini harus dilakukan oleh orang tua dan guru dengan berpusat pada masjid. Masjid dalam arti harfiah yaitu tempat sujud yang berada di setiap rumah keluarga Muslim karena itu setiap rumah idealnya disediakan ruang khusus untuk beribadah. Atau di masjid dalam arti syar’i yaitu bangunan yang digunakan untuk beribadah terutama shalat dan menjadi pusat kegiatan pendidikan dan sosial umat. Anak semenjak dini harus diperkenalkan dengan masjid sebagai pusat gerak kehidupannya sehingga secara psikis-sosio-spiritual, karakter mereka akan terbangun secara positif.
Agar masjid memiliki peran edukatif seperti sebagai tempat mendidik anak-anak, remaja, dan orang tua masjid harus didesain dengan memperhatikan kebutuhan warga jamaahnya semisal pendidikan seks, pendidikan kreatif, atau lainnya. Pendidikan seks yang diadakan oleh remaja atau takmir masjid di masjid akan memiliki nilai lebih karena sentuhan spiritualnya yang lebih kental. Masjid bisa sebagai pendidikan alternatif di saat biaya pendidikan melambung sulit dijangkau oleh masyarakat umum.[27]
Masjid memberikan multi pelajaran bagi yang memanfaatkannya sehingga mereka mampu menyerap ilmu untuk kebahagiaan di duninya dan mengambil hikmah untuk persiapan ia kembali dan menghadap kepada tuhannya.
.
VIII. Penutup
Pendidikan seks terhadap anak usia dini membutuhkan pendalaman terhadap materi agar tepat sesuai dengan kebutuhan, usia, dan tingkat pemahaman dan kedewasaan anak. Di samping itu diperlukan strategi atau teknik penyampaian yang komunikatif – efektif. Sebagaimana petuah C.W. Longenecker kompetisi dalam mengarungi kehidupan tidak selamanya dimenangkan oleh orang yang kuat tetapi seringkali diraih oleh orang yang berfikir untuk mengatur strategi. [28] Selalu berfikir kreatif untuk mengatur strategi dalam rangka mencapai hidup yang lebih bahagia dan sejahtera.
Kebahagiaan dan kesejahteraan tidaklah diwariskan tetapi diusahakan. Banyak orang ilmuan, tokoh populer, dan jaya dalam hidupnya tetapi tidak mampu menelurkan generasi berkualitas sekaliber dirinya, tetapi banyak juga orang kebanyakan yang mampu mencetak generasi mulia dan brilian karena mau berfikir kreatif dengan mencoba strategi baru yang lebih baik untuk dirinya dan anak-anak atau generasinya. Wallahu a’lam bi al-shawab.

DAFTAR PUSTAKA




Al-Qur’an al-Karim.

Ahmad Tohari. Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

_______________. Bekisar Merah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Budiono Herusatoto dan Suyadi Digdoatmadja, Seks para Leluluhur: Merancang Keturunan Berkualitas Lewat Tatasenggama Ala Leluhur Jawa. Yogyakarta: Tinta, 2004.

Croock-Brauer, Quantum Love Between Eros and Libido. Yogyakarta: Baca, 2005

Divana Perdana, Dugem. Jogjakarta, Diva Press, 2003

Erich Fromm, The Art of Love (Gaya Seni Bercinta) Ed. A. Setiono Mangoenprasodjo. Dyatmika Wulan Merwati. Yogyakarta: Pradipta Publishing, 2004

Hariwijaya, Seks Jawa Klasik. Yogyakarta: Niagara Pustaka Sufi, 2004

Imam al-Ghazali, Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali. Bairut: Dar al-Fikr, 1996.

Imam Ibnu Rusd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid. Surabaya: al-Hidayah, tt.

Kedaulatan Rakyat 18 Desember 2006

Kenneth Wolker, The Handbook of Sex: Kitab Seksualitas yang Menjadikan Manusia Lebih Manusiawi, terj. Ahmad Faidi dan Abdul Hamid. Jogjakarta: Diva Press, 2005

Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental. Bandung: Mizan, 2001.

__________, Maklumat Satra Profetik. Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006.

Kompas, 7 Oktober 2006, 7 Desember 2006, 11 Desember 2006

Michael Reiss- J. Mark Halstead, Pendidikan Seks Bagi Remaja: Dari Prinsip ke Praktek . Jogjakarta: Alenia Press, 2006

Moh. Roqib, Pendidikan Perempuan. Yogyakarta: Gama Media & STAIN Press, 2003.
__________, Menggugat Fungsi Edukasi Masjid. Yogyakarta: STAIN Press & Grafindo, 2005.

Muammar Emka. Jakarta Undercover: Sex ‘n the City. Yogaykarta: Galang Press, 2003.

al-Nawawi, Muhyi al-Din Abu Zakaria. Rayadl al-Shalihin min Kalam Syyid al-Mursalin. Bandung, al-Ma’arif, tt.

Purwadi dan Djoko Dwiyanto, Filsafat Jawa: Ajaran Hidup yang Berdasarkan Nilai Kebijakan Tradisional. Yogyakarta: Panji Pustaka, 2006

Siahaan, Yanti Faradilla. Jangan Takut Menjadi Kaya: Anda Terlahir untuk Menjadi Kaya. Jakarta: Focus Grahamedia, 2006.

Simone de Beauvoir, Second Sex: Fakta dan Mitos, terj. Toni B. Febriantono Surabaya: Pustaka Promethea, 2003

al-Suyuthi, Jalal al-Din Abd al-Rahman al-Asybah wa al-Nadhair fi al-Furu’, Surabaya: al-Hidayah, 1965.

Syaifuddin, Nurhayati Pentingnya Pendidikan Seks bagi Keluarga, Remaja, dan Anak dalam http:// mtmcairo.multiply.com/journal/item/65/

Syeh Muhammad Ahmad Kan’an, Mabadi’ al-Mu’asyarah al-Zaujiyyah, Kado Terindah untuk Mempelai, terj. Ali Muhdi Amnur, Yogyakarta: Mitrapustaka, 2007

Thomas Wiyasa Bratawijaya, Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Jakarta: Pradnya Paramita, 1997

Zulia Ilmawati, Pendikan Seks untuk Anak-anak, dalam http://onesaeful.blogspot/. com/2007/10.
@ Makalah singkat ini akan dipresentasikan pada acara Talk Show yang dilaksanakan Panitia Open House KBIT, TKIT, & SDIT AN NIDA Sukaraja pada tanggal 2 Maret 2008.
* Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag., adalah dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.
[1] Dalam kaidah Ushul Fiqh dikatakan, Tasharruf al-imam ‘ala al-ra’iyyah manutun bi al-maslahah, tugas pemimpin terhadap rakyatnya adalah menciptakan kesejahteraan dan kedamaian (maslahah) hidup penjelasan lebih jauh dalam Jalal al-Din Abd al-Rahman al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadhair fi al-Furu’, (Surabaya: al-Hidayah, 1965), hlm. 83-84.
[2] Video mesum YZ – ME sangat popular pada akhir 2006. Meskipun ME sedang didera masalah besar tetapi ia tetap melakukan aktifitas sosial. Sebagai alumni SMAM 2 Sidoarjo ME (MU) dengan nyaman menghadiri reuni di Aula UM Sidoarjo kemudian setelah itu menghibur pengungsi korban semburan Lumpur Lapindo Berantas Inc. dan menyantuni pengungsi dengan memberikan 50 dos mie goreng. Sebuah tanggapan tentang kasus seks yang dianggap biasa dan wajar saja. Lebih lanjut baca Kedaulatan Rakyat 18 Desember 2006 hlm. 24. Sedang terkait dengan politik baca, Kompas tanggal 7 Desember 2006 hlm. 6 tentang “Binalitas dan Banalitas Politik”.
[3] Kekerasan secara psiko-sosial dapat dirasakan dengan banyaknya opini yang ditulis dalam beberapa media cetak dan disiarkan di beberapa TV tentang poligami sebagai bentuk kekerasan dalam keluarga dan kekerasan psikologis yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Meskipun tulisan tersebut mandiri terlepas dari kasus Aa’ Gym, tetapi background historisnya tetap saja menyebut secara tersirat dari kasus tersebut. Sebagai contoh adalah artikel dalam Kompas tanggal 11 Desember 2006 hlm. 39 tentang “Wabah Itu Bernama Poligami”. Dalam perspektif gender, opini yang berkembang dimaksudkan untuk menciptakan keadilan gender yang selama ini disinyalir sering dilanggar dalam bangunan kehidupan keluarga poligam meskipun hal itu dilakukan oleh tokoh public atau ulama.
[4] Divana Perdana, Dugem, (Jogjakarta, Diva Press, 2003), hlm. 91-92. Data lain yang mengejutkan tentang free sex ditulis oleh Muammar Emka dalam Jakarta Undercover: Sex ‘n the City (Yogaykarta: Galang Press, 2003). Sebuah buku yang membongkar dunia kelam metropolitan Jakarta.
[5] Kompas tanggal 7 Desember 2006 hlm. 6
[6] Dasar ayat dan hadits tidak ditulis teks aslinya tetapi cukup dengan menjelaskan pesan yang terkait dalam kedua dasar tersebut dengan harapat pembaca atau peserta diskusi dapat menelaah lebih jauh dalam kajian Tafsir dan Hadits.
[7] Kuntowijoyo, Maklumat Satra Profetik, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006), hlm. 9-12.
[8] Kenneth Wolker, The Handbook of Sex: Kitab Seksualitas yang Menjadikan Manusia Lebih Manusiawi, terj. Ahmad Faidi dan Abdul Hamid, ( Jogjakarta: Diva Press, 2005), hlm. 150-151.
[9] Kenneth Wolker, The Handbook of Sex, hlm. 409-410.
[10] Kenneth Wolker, The Handbook of Sex, hlm. 417.
[11] Dalam salah satu pesannya ia berkata; Ayyuaha al-walad: al-ilmu bila ‘amal junun, wa al-amal bighairi ilm la yakun, Nak ! ilmu tanpa amal, gila. Sedang amal tanpa ilmu itu tidak mungkin terjadi. Imam al-Ghazali, Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Bairut: Dar al-Fikr, 1996), hlm. 259. Buku ini memuat 26 Risalah Imam Ghazali yang penting bagi pembaca.
[12] Untuk penjelasan secara biologis, psikologis, dan histories tentang perlakuan terhadap perempuan sebagai makhluk kelas dua dari laki-laki baca, Simone de Beauvoir, Second Sex: Fakta dan Mitos, terj. Toni B. Febriantono (Surabaya: Pustaka Promethea, 2003).
[13] Tentang alasan edukasional dan filosofis tentang pendidikan seks ini dapat dibaca Michael Reiss- J. Mark Halstead, Pendidikan Seks Bagi Remaja: Dari Prinsip ke Praktek , (Jogjakarta: Alenia Press, 2006 terutama halaman 275-307.

[14] Hariwijaya, Seks Jawa Klasik, ( Yogyakarta: Niagara Pustaka Sufi, 2004), hlm. 37.
[15] Croock-Brauer, Quantum Love Between Eros and Libido, (Yogyakarta: Baca, 2005), hlm. 31.
[16] Penjelasan ini dibatasi pada usia anak 0-5 tahun. Tentang teknik pendidikan seks bagi anak usia 6-18 tahun dapat dibaca dalam makalah Nurhayati Syaifuddin, Pentingnya Pendidikan Seks bagi Keluarga, Remaja, dan Anak dalam http:// mtmcairo.multiply.com/ journal/item/65/ dan Makalah Zulia Ilmawati, Pendikan Seks untuk Anak-anak, dalam http://onesaeful.blogspot.com/2007/10. Sedang penjelasan lain diramu dari beberapa sumber.
[17] Terkait dengan sentuhan dan pelukan terhadap anak (bayi) ini pendapat Erich Fromm bisa dijadikan perbandingan. Menurutnya kepedihan manusia itu disebabkan karena problem keterpisahan dengan alam, karenanya kalau anak menangis maka ibu bisa mengantisipasinya dengan suara, sentuhan, atau pelukan untuk mengatasi priblem keterpisahan itu. Selanjutnya baca Erich Fromm, The Art of Love (Gaya Seni Bercinta) Ed. A. Setiono Mangoenprasodjo. Dyatmika Wulan Merwati. Yogyakarta: Pradipta Publishing, 2004.
[18] Bisa dengan permainan berupa kertas bergambar orang dengan anggota-anggota tubuh yang terpotong-potong, kemudian anak diajak untuk menyatukan kembali dengan disertai penjelasan akan fungsinya.
[19] Contoh pendidikan seks bisa ditemukan dalam cerita binatang dalam bentuk cerita bergambar (cergam), CD, dan novel meski yang terakhir lebih tepat untuk usia remaja dan dewasa. Novel yang menggambarkan tentang bagaimana alam binatang memberikan pendidikan seks bagi anak manusia dapat ditemukan dalam novel-novel karya Ahmad Tohari semisal Ronggeng Dukuh Paruk dan Bekisar Merah. Pada hakekatnya alam secara arif memberikan pendidikan seks pada anak-anak dengan caranya yang primitif.
[20] Kepada anak perempuan, diberikan penjelasan yang cukup misalnya, saat ia merasa iri karena tidak memiliki penis sebagaimana yang dimiliki oleh kakak laki-lakinya. Bahwa setiap jenis kelamin memiliki anggota tubuh yang memiliki fungsi berbeda, khususnya yang terkait alat reproduksi. Penjelasan ini disampaikan dengan pernyataan yang sederhana sesuai tingkat pemahaman atau pertanyaan anak.
[21] Mengatakan vagina dan penis atau farji dan dzakar biasanya lebih mudah dilakukan oleh orang Jawa dibandingkan dengan menyebut nama aslinya dalam bahasa Jawa. Karena kedua istilah ini berasal dari bahasa Inggris dan Arab. Dalam bahasa Jawa alat kelamin tersebut disebut (maaf!) tempek dan turuk untuk perempuan sedang istilah peli dan konthol untuk laki-laki. Perasaan yang halus untuk orang Jawa ini yang menyebabkan pengucapan terhadap istilah ini menjadi kendala dan berat untuk diucapkan.
[22] Untuk itu orang tua tidak diperkenankan melakukan hubungan seksual di samping anak-anaknya meski ia masih dalam usia dini (0-5 tahun) dan dalam kondisi tidur. Sebab jika ia terbangun dan mendapatkan orangtuanya sedang bergumul ia akan memiliki persepsi yang salah atau negatif kepada kedua orang tuanya. Dalam Islam hubungan seksual suami istri ini harus dilakukan hanya berduaan saja jauh dari jangkauan mata orang lain, hal ini merupakan etika jima’. Terkait dengan etika ini baca Syeh Muhammad Ahmad Kan’an, Mabadi’ al-Mu’asyarah al-Zaujiyyah, Kado Terindah untuk Mempelai, terj. Ali Muhdi Amnur, (Yogyakarta: Mitrapustaka, 2007), khususnya hlm. 111- 115.
[23] Dalam konteks Fiqh Islam susunan keluarga bisa disebabkan karena keturunan (nasab), sepersusuan (radha’ah), dan ikatan perkawinan (mushaharah). Struktur keluarga ini mendapatkan perhatian yang tinggi karena terkait dengan halal-haram pertemuan antara laki-laki dan perempuan, batas aurat, mahram, dan pembagian waris. Perbincangan tentang hal ini dapat ditemukan di buku-buku Fiqh di antaranya Imam Ibnu Rusd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, (Surabaya: al-Hidayah, tt), Juz II hlm. 24-30.
[24] Pakaian yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam keseharian dan peribadatan ini ditekankan karena prilaku dan pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai perempuan dan begitu pula sebaliknya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits, la’ana Rasulullah Saw al-rajula yalbasu libsatan al-mar’ati wa al-mar’atu talbasu libsata al-rajuli, rawahu Abu Dawud biisnadin shahihin. Muhyi al-Din Abu Zakaria al-Nawawi, Rayadl al-Shalihin min Kalam Syyid al-Mursalin, (Bandung, al-Ma’arif, tt.), hlm. 621-622. Penjelasan ini sebelumnya didahului dengan penjelasan tentang ayat dan hadits keharaman berdua-duaan (khulwah) dan melihat perempuan bukan mahramnya (mar’ah ajnabiyah).
[25] Tentang sisi penting pendidikan perempuan baca buku penulis Pendidikan Perempuan (Yogyakarta: Gama Media & STAIN Press, 2003).
[26] Masjid yang pernah menyemai keimanan para kader saat ini mulai kabur perannya. Penjelasan lebih dalam dapat dikaji buku Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 127 – 134.
[27] Sebagai tawaran alternatif, baca buku penulis Menggugat Fungsi Edukasi Masjid (Yogyakarta: STAIN Press & Grafindo, 2005).
[28] Penulis memberikan penekanan pada tiga kata kunci yang dicetak tebal. Yanti Faradilla Siahaan, Jangan Takut Menjadi Kaya: Anda Terlahir untuk Menjadi Kaya, (Jakarta: Focus Grahamedia, 2006), hlm. 123.

35 komentar:

gunawan mengatakan...

assalamualaikum,saya Gunawan 4 PAI2 saya akan mencoba mengomentari tulisan Bapak
saya setuju Pendidikan seks pada anak memang sangat penting karena dengan itu anak menjadi paham tentang hal-hal yang berkaitan dengan seks.Dalam memberi pengetahuan seks orang tua hendaknya menyesuaikan dengan usia anak dan tidak terlepas dari agama,budaya di masyarakat.wassalamualaikum.

irfan mengatakan...

Assalamu'alaikum wr. wb.
Menanggapi dari tulisan Pak Roqib tentang pendidikan seks pada anak usia dini memang bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa masyarakat kita terutama masyarakat Jawa,seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka pada anak-anak seolah-olah pengetahuan tentang seks ditutup-tutupi dan munculnya anggapan bahwa anak akan mengerti tentang seks dengan sendirinya seiring dengan pertumbuhan usianya.Anak dituntut belajar seks secara otodidak tanpa bimbingan dari orang tua,pada kenyataannya virus seks semakin merajalela baik dari TV maupun media lain yang berkembang saat ini tetapi tidak ada penyeimbang yang berarti tentang pendidikan seks baik dari orang tua,tokoh agama maupun masyarakat.Padahal seharusnya pendidikan seks diberikian pada usua dini hal ini disebabkan karena karakter dasar manusia itu dibentuk pada masa kanak-kanak dan pendidikan yang salah dapat mempengaruhi perkembangan berbagai bentuk penyimpangan seksual pada masa-masa berikutnya. Pendidikan seks pada usia dini dimungkinkan dapat meluruskan pemahaman dan perilaku seks anak-anak sehingga bisa lebih positif.Selain itu orang tua juga perlu memperhatikan lingkungan bermain anaknya yaitu teman sebayanya apakah baik atau tidak. Tulisan tentang pendidikan seks pada anak usia dini diatas bisa menjadi landasan berfikir namun perlu adanya cara bagaimana mensosialisasikan teknik pendidikan seks sebagaimana yang ada pada tulisan diatas pada orang tua(khususnya ibu)karena anak mendapat pendidikan pertama kali dari orang tuanya. Misalnya melalui forum arisan,kumpulan RT dan pengajian. Sekedar memberi masukan terhadap tulisan diatas bahwa masih terdapat kata-kata yang sulit dimengerti oleh masyarakat umum seperti hedonisme,menisbikan,dekedensi,entitas,tendensi,manifestasi,maslahah,arbitrer dan tercerabut. Yang mungkin dapat menimbulkan kesalah pahaman terhadap tulisan tersebut.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Irfan Yulianto
062631062
Tarbiyah 4 PAI-2

gunawan mengatakan...

Assalamu'alaikum wr. wb.
pak Roqib, ternyata setelah saya baca artikel yang teklah bapak tulis yang berjudul "Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini", saya jadi teringat kalimat yang biasa diucapkan oleh Bnag Napi: "Kejahatan tidaka hanya terjadi karena ada niat pelakunya saja, tapi juga karena ada kesempatan. WASPADALAH! WASPADALAH!. banyak sekali pemuda pemudi yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas atau yang lebih dikenal dengan istilah "free sex" yang tak lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang seks, sejak kecil orang tuanya tidak pernah mengenalkannya dengan pendidikan seks. akibatnya muncul rasa keingintahuan atau rasa penasaran yang semakan beasar. dan tidak menutup kemungkinan wanita berjilbab pun terjerumus ke dalamnya. terinmgat katika saya masih duduk di bangku SMA, telah terjadi beberapa kasus hamil di luar nikah, yang tentu saja bukan saya pelakunya. kebanyakan dari mereka justru wanita-wanita yang berjilbab. bisa jadi hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuian tentang pendidikan seks yanng benar, baik dari kelarga, sekolah, atau pun masyarakat.FIKRI MUSTOFA 062631044 PAI2

gunawan mengatakan...

Assalamu'alaikum wr. wb.
pak Roqib, ternyata setelah saya baca artikel yang telah Bapak tulis yang berjudul "Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini", saya jadi teringat kalimat yang biasa diucapkan oleh Bang Napi: "Kejahatan tidak hanya terjadi karena ada niat pelakunya saja, tapi juga karena ada kesempatan. WASPADALAH! WASPADALAH!. banyak sekali pemuda pemudi yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas atau yang lebih dikenal dengan istilah "free sex" yang tak lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang seks, sejak kecil orang tuanya tidak pernah mengenalkannya dengan pendidikan seks. akibatnya muncul rasa keingintahuan atau rasa penasaran yang semakan besar. dan tidak menutup kemungkinan wanita berjilbab pun terjerumus ke dalamnya. teringat katika saya masih duduk di bangku SMA, telah terjadi beberapa kasus hamil di luar nikah, yang tentu saja bukan saya pelakunya. kebanyakan dari mereka justru wanita-wanita yang berjilbab. bisa jadi hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuian tentang pendidikan seks yanng benar, baik dari kelarga, sekolah, atau pun masyarakat.
FIKRI MUSTOFA 062631044 PAI2

gunawan mengatakan...

Assalamu'alaikum,
saya setuju dengan pendapat bapak tentang pendidikan sek pada usia dini,dan menurut saya itu sangat bagus.karena dengan begitu anak di bawah umur jadi mengerti apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan,dengan kata lain ada kelemahan dan kelebihannya. saya punya cerita seperti kemarin saya bertemu dengan remaja saya membawa buku free sms (sek menuai sewngsara ) disitu di muat cara-cara bercinta ternyata secara tidak langsung buku itu mengajari saya dan remaja tadi teknik-teknik bercinta apakah itu juga sebagai salah satu dampak negatifnya?
But..pendidikan sek pada usia dini it's ok...coz dulu saya tidak mendapatkannya.
saya kagum dengan referensi yang bapak baca buanayakkk buanget saya kagum banget oey....
By kartini 4 Pai 2
062631068 jangan lupa add email me ok....saran dan kritiknya di tince_h@yahoo.co.id Nuwun njjjih

chris benzema mengatakan...

Assalamu'alaikum wr.wb.
Mencoba menanggapi tulisan bapak, saya beranggapan bahwa pendidikan seks pada usia dini harus dilaksanakan sedini mungkin. karena ini akan menyangkut pada kehidupan anak dimasa mendatang tentang seks. bisa diketahui remaja-remaja sekarang moralnya sedikit anjlok karena salah tanggap tentang seks. Perlu dicermati sekarang ini bahwa produk-produk yang berhubungan dengan seks semakin meningkat bukan semakin berkurang, sebagai contoh kasus pornografi dan pornoaksi. Itu akan sangat mempengaruhi kehidupan remaja, karena kasus seperti itu sudah merajalela. Terhadap kasus ini saya menyalahkan pemerintah yang tidak tegas dalam membuat RUU APP. Jika pemerintah secara tegas memberlakukan RUU APP ini, mungkin akan sedikit mengurangi media tentang seks. Sekali lagi bahwa pendidikan seks pada usia dini harus lebih ditingkatkan guna menjaga kelestarian moral yang baik bagi generasi pemuda kita Indonesia...........Amiiiiiiiiiin.
Kris Suprianto
4 PAI-2
062631071
WASPADALAH.......WASPADALAH..........................................!

Musthofa elfikr mengatakan...

Assalamu'alaikum wr. wb.
pak Roqib, ternyata setelah saya baca artikel yang telah Bapak tulis yang berjudul "Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini", saya jadi teringat kalimat yang biasa diucapkan oleh Bang Napi: "Kejahatan tidak hanya terjadi karena ada niat pelakunya saja, tapi juga karena ada kesempatan. WASPADALAH! WASPADALAH!. banyak sekali pemuda pemudi yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas atau yang lebih dikenal dengan istilah "free sex" yang tak lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang seks, sejak kecil orang tuanya tidak pernah mengenalkannya dengan pendidikan seks. akibatnya muncul rasa keingintahuan atau rasa penasaran yang semakan besar. dan tidak menutup kemungkinan wanita berjilbab pun terjerumus ke dalamnya. teringat katika saya masih duduk di bangku SMA, telah terjadi beberapa kasus hamil di luar nikah, yang tentu saja bukan saya pelakunya. kebanyakan dari mereka justru wanita-wanita yang berjilbab. bisa jadi hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuian tentang pendidikan seks yanng benar, baik dari kelarga, sekolah, atau pun masyarakat.
FIKRI MUSTOFA 062631044 PAI2

Eko Purnomo mengatakan...

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Seks merupakan kebutuhan biologis semua manusia. Juga untuk melestarikan keturunan. Dalam konteks lain seks dapat juga menghilangkan kegelisahan dan kekawatiran dalam diri sesorang, terutama pasangan suami istri [1]. Tentu saja hubungan seks bisa di dapat setelah proses pernikahan.

Anak-anak merupakan komponen penduduk negeri ini yang nantinya akan menginjak dewasa melalui proses pendidikan. Baik pendidikan di ingkungan keluarga, sekolah maupun pendidikan disaat ia memasuki lingkungan masyarakat [2].

Menanggapi tulisan Bapak mengenai pendidikan seks untuk anak pada usia dini, memang diperlukan. Dalam porsi yang wajar. Jika dihubungkan dengan adat jawa yang memiliki unggah-ungguh memang tabu mengajarkan pendidikan seks untuk anak usia dini. Hal ini tentunya tidak menjadi kendala dalam mengajarkan pendidikan seks bagi anak-anak. Pendidikan yang diterapkan hendaknya bertahap. Misalnya jika anak-anak mulai tanya menganai apa nama alat kelamin punya-nya. Orang tua pada awalnya menjawab dengan istilah dulu, misal dompet atau burung. Baru setelah cukup dia untuk mengerti apa nama sebenarnya, baru di sampaikan nama sebenarnya.

Di Jepang, Pendidikan etika dan budi pekerti di terapkan setelah anak usia 10 tahuan [3]. Yang dimaksud bukan langsung setelah 10 tahun akan tetapi bertahap. Ia mulai dilarang dalam hal tertentu dan diarahkan budi pekerti pada usia sebelum sepuluh tahun. Setelah 10 tahun baru dijelaskan mengapa ia dilarang dalam hal tertentu dan apa maksud orang tua mengarahkan sikapnya seperti itu.

Jadi pendidikan seks disini hendaknya diajarkan bertahap. Setelah, anak tahu istilah-istilah alat kelamin, pada tahap selanjutnya pada kesempatan yang baik, contohnya anak tersebut bertanya kembali kepada orang tuannya. Inilah kesempatan baik bagi orang tua untuk menjelaskan kepada anaknya nama sebenarnya kepada anak tersebut kemudian menjelaskan perbedaan antara alat kelamin perempuan dan laki-laki dan mengapa bisa berlainan.

Kemudian pada anak wanita yang memiliki siklus haid, pendidikan seks yang diterapkan juga bertahap. Pada usia dimana ia akan mengalami haid, ia harus mengalami pendidikan persiapan menghadapai haid. Contohnya memberikan pengetahuan tentang mengapa wanita harus haid, kemudian siklus haid yang terjadi pada wanita, persiapan apa agar dalam menghadai haid tidak panik, kemudian pengaruh apa yang terjadi selama masa haid dalam emosi dan kesehatan.

Sehingga orang tua juga hendaknya memiliki pengetahuan dasar seks yang cukup. Ini sangat diperlukan ketika orang tua melakukan pendidikan seks tersebut timbul pertanyaan yang keluar dari mereka para anak-anak. Pertanyaan yang tidak bisa dijawab orang tua biasanya akan ditanyakan kepada orang lain di luar lingkungan. Yang dikhwatirkan adalah jawaban yang ditanyakan akan dijawab dengan sekenanya, tidak memperhatikan etika yang ada di masyarakat. Misalnya seorang tanya : punyaku namanya burung, masa burung ? padahal burung kan yang bisa terbang, apa nama sebenarnya nama punyaku ? Orang tua hendaknya menjawab dengan sebutan penis atau zakar. Jika ia bertanya di luar yang ditakutkan adalah jawaban yang ia peroleh adalah (Maaf ya Pak) kontol. Kata tersebut tidak etis disebutkan, hendaknya orang tua pada saat memberikan jawaban kedua, menjawab dan menjelaskan bahwa ada kata lain yang menyebut itu adalah punyamu. Akan tetapi kata tersebut tidak boleh disebutkan karena saru atau tabu jika dikaitkan dalam norma masyarakat..

Pendidikan seks usia dini mempunyai peranan penting. Tujuannya sebenarnya bukan untuk memberi pengatahuan tentang seks saja akan tetapi juga mencegah timbulnya seks bebas jika ia sudah dewasa. Sehigga pada perkembangan selanjutnya anak-anak akan dibimbing bagaimana seharusnya melakukan hubungan seks. Yaitu setelah proses perinikahan. Hal ini juga untuk menghindari kehamilan sebelum pernikahan. Apalagi jika dikaitkan dengan kependudukan, pendidikan seks mutlak diberikan karena dapat difungsikan untuk menekan angka kelahiran [4]. Apalagi jika meilahat data jumlah penduduk indonesia yang menduduki peringkat ke-4 terbanyak di bawah RRC, India dan Amerika Serikat [5].

Kesimpulan dari tanggapan saya adalah pendidikan seks pada anak usia dini diperlukan. Metodenya bertahap, pada mulanya berikan istilah nama alat kelamin. Pada tahap kedua berikan nama sebenarnya dan nama saru yang tidak boleh diucapkan karena terkait dengan kesopanan dan adat masyarakat setempat.
Orang tua sebagai pendidik harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai seks dan reproduksi sehingga mampu mengarahkan anaknya agar tidak memiliki kebiasaan seks yang menyimpang pada saat dewasa dan mencegah kecelakaan kehamilan sebelum menikah. Sehingga angka kelahiran yang tidak diharapkan dapat dukurangi dan tidak menambah jumlah penduduk yang semakin lama semakin banyak.

Sumber Referensi :
[1] Wawancara dengan dr. Boyke (Pakar Seks) pada acara Selamat Pagi, TRANS7.
[2] F Rene Van Decarr. Cara Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan. Bandung : Kaifa. 1999.
[3] Forum diskusi Matakuliah “Psikologi Pendidikan” Dosen pengampu : Bapak Toifur, M.Si.
[4] Abu Ahmadi. Sosiologi Pendidikan. 1991. Jakarata. Rineka Cipta.
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_jumlah_penduduk


EKO PURNOMO
Mahasiswa STAIN Purwokerto
Smester/Prodi. :4 KI – 1
N I M :062633012

anwar musaddad mengatakan...

assalamualaikum.saya anwar musaddad 4-KI-1 saya sangat seuju dengan makalah bapak tentang pendidikan sex anak usia dini, karna jika anak sudah di bekali pendidikan sex diharapkan mereka tau akan fungsi alat fitalnya.sekian wassalamualaikun

M.Shofi Al_Mubarok mengatakan...

assalamu'aikum Wr.Wb
Seksualitas manusia adalah sesuatu yang wajar. Ada sisi joroknya, ada sisi sarunya, ada sisi indahnya, ada sisi pantas dan tak pantas, ada sisi boleh dan tak boleh, dan masih banyak lagi, sesuai konteks waktu dan tempat.

Kuwat Dwi Waluyo mengatakan...

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Pendidikan seks memamng perlu bagi anak karena anak-anak sekarang sangat terpengaruh dengan lingkungan yang sudah tercemar dengan budaya barat yang begitu bebas mengekspresikan seksualitas.

seks dari barat dipublikasikan dengan media yang supercanggih, baik berupa film televisi, situs porno di internet dan film porno yang di sebarluaslkan melalui hp yang ditrasfer melalui layanan bloetooth.

Pendidikan seks sebagai penyaring agar anak-anak tidak menggunakan media canggih untuk kepentingan negatif yaitu seperti seks bebas dan pornografi.

Disamping itu, seks juga untuk mempelajari dan mengarahkan tugas-tugas anak nantinya jika dewasa terkait dan sesuai dengan jenis kelamin masing-masing

KUWAT DWI WALUYO
4 KI - 1
062633023

hasan bisri mengatakan...

assalamu'alaikum wr. wb. menurut sayapendidikan sex usia dini memang sangat membantu para remaja khususnya agar tidak terjerumus pada tindakan free sex. dengan pengetahuan sex yang mereka dapatkan dari pendidikan sex, akan mengurangi rasa penasaran para remaja tentang prilaku sex.
perilaku free sex sangat mungkin terjadi karna rasa keingin tahuan mereka yang sangt tinggi bagaimana rasanya melakukan hubungan sex.rasa penasaran itu diakibatkan karna ketertutupannya orang tua khususnya dan orang-orang sekitar pada umumnya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan sex.
akan tetapi pendidikan sex usia dini belum sepenuhnya dapat mencegah perilaku penyimpangn -penyimpangan seksual.karna, setelah remaja itu kembali kelingkungan maka besar kemungkinan akan terpengaruh dengan pola hidup mereka.selain itu, jika pendidikan sex usia dini hanya di sampaikan terhadap siswa-siswa disekolah/keluarga, apa yang akan terjadi terhadap anak yang tidak mempunyai keluarga dan tidak duduk di bangku sekolah?tidak bisa dipungkiri peran media masa sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat.gaya rambut,pakaian,cara berpacaran yang sangat tidak sesuai dengan norma-norma agama justru sangat digemari oleh masyarakat. masyarakat seolah-olah menjadikan tontonan menjadi sebuah tuntunan dalam hidup ini.jadi kesimpulanya: pendidikan sex pada usia dini tidak bisa berbuat banyak dalam menanggulangi tindakan-tindakan free sex jika tidak berjalan sejajar dengan media massa yang begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat saat ini.

ahmad faozi 4KI.1 mengatakan...

Seks masih merupakan hal yang tabu untuk di bicarakan dalam percakapan ruang makan sebuah keluarga. Pertanyaan dari banyak pihak, penting atau tidakkah pendiidkan seks kepada anak oleh orang tua, lalu kalau penting, sebaiknya mulai di berikan pada saat anak umur berapa..??
Cara mengajarkan pendidikan seks pada anak adalah dengan menyesuaikannya dengan pemahaman dan umur anak.Untuk anak yang lebih kecil tentu bahasa yang harus lebih sederhana dan singkat.Apabila orang tua merasa rikuh dengan pertanyaan anak, jawablah apa yang di ranya oleh anak, jangan di perpanpanjang kemana-mana, sebagai tahap awal, pengetahuan seks yang di berikan sesuai dengan apa yang ingin di tahu, dab berikan dengan bahasa yang juga disesuaikan dengan umurnya.

azis mengatakan...

assalamualaikum.saya setuju sekali dengan pendapat bapak tentang pendidikan sex pada anak usia dini karan apa? dengan pendidikan sex anak menjadi tau akan alat kelaminnya masing-masing dan apa kegunaannya sehingga kelak tidak di salahgunakan. karna kalau disalahgunakan akan berakibat buruknya akhlak generasi bangsa dan itu merupakan ciri-ciri kiamat.wassalamualaikum.

ika mengatakan...

Assalamu'alaikum wr.wb.Saya akan menanggapi artikel yang ditulis oleh Bapak tentang "Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini". Seks adalah sesuatu yang familiar dan tidak asing lagi terdengar ditelinga kita. Tapi seiring dengan perkembangan zaman kata seks sering disalah artikan sebagai hubungan yang tidak senonoh. Saya sangat setuju dengan adanya pendidikan seks tersebut karena akan sangat membantu anak untuk mengetahui tentang seks tanpa disalah artikan. Apalagi sekarang banyak sekali dari media elektronik sampai media masa yang mempertontonkan seks secara terbuka,tanpa menyeleksi apa yang seharusnya tidak dilihatkan dan apa yang seharusnya dilihatkan. Hal ini merupakan tugas dari orang tua dan para guru untuk mengawasi anak didiknya agar tidak terjerumus kedalam penyalahgunaan seks. Saya juga sependapat dengan tulisan Bapak tentang tehnik pendidikan seks, bahwa tehnik yang digunakan harus sesuai dengan umur sianak. Oleh karena itu pendidikan seks harus benar-benar digalakkan sedini dan seefektif mungkin agar dapat terealisasi dengan baik, karena saya sendiri juga belum pernah mendapatkan pendidikan seks tersebut pada waktu usia saya masih dini.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Ika Nurkhasanah
4 PAI-2
062631058

Barzatun Aeni mengatakan...

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Saya tertarik setelah membaca tulisan Bapak. Karena pendidikan seks pada anak usia dini akan mencegah seks bebas dan yang pasti tidak ada kasus lagi kehamilan sebelum pernikahan.
Terkait dengan teknoloogi yang semakin maju dan berkembang hal ini menjadi tugas berat kita semua sebagai calon orang tua yang dapat memberikan pendidikan seks pada calon anak-anak kita nantinya (jika diberi umur panjang).Mungkin itu saja yang dapat saya sampaikan, terima kasih atas perhatian Bapak.

Wassalam....


Barzatun Aeni
4 KI - 1
062633009

Fitri mengatakan...

Assalamualaikum Wr Wb
Setelah saya membaca tulisan Bapak tentang Pendidikan Seks Pada Usia Dini,saya akan sedikit mengomentarinya,memang benar sekali bahwa pendidikan seks penting diberikan pada anak usia dini,ini akan berpengaruh pada perkembangan anak kelak anak tersebut menginjak usia remaja.dimana pada usia remaja anak cenderung ingin mencoba sesuatu hal yang belum pernah dilakukannya.dengan adanya pendidikan seks pada usia dini diharapkan akan mengurangi tindakan free seks.Namun,dalam penyampaiannya harus disesuaikan dg usia anak,serta berlandaskan agama,budaya,dan norma-norma yang berlaku agar tidak terjadi salah sasaran.
Dengan adanya tulisan tersebut,banyak sekali manfaatnya yaitu dapat diakses oleh semua orang.sehingga pendidikan seks yang selama ini berlaku di masyarakat yg kurang transfaran pd anak,tidak akan terjadi lagi.Dari tulisan tersebut ada sesuatu hal yg sedikit mengganjal pada diri saya,kenapa dalam tulisan tersebut tidak dicantumkan kekurangan/kelemahan Pendidikan Seks Pada Usia Dini,apakah memang tidak ada kelemahannya??trus bagaimana dg sebuah pepatah"Tiada Gading yg Tak Retak"Terima Kasih....
Wassalamualaikum Wr Wb.

jaeni dahlan mengatakan...

Assalamu'alaikum wr.wb
Menanggapi tulisan bapak mengenai"pendidikan seks pada anak pada usia dini". masyarakat kita indonesia terutama masyarakat jawa enggan atupun malu untuk menjelaskan tentang seks pada anak mereka.sebenarnya pendidikan seks bukan sesuatu hal tabuh untuk anak tapi sebagian orang tua enggan menjelaskan tentang seks kepada anaknya.oleh karena itu saya sangat setuju pendidikan seks di berikan sedini mungkin kepada anak,setelah anak tahu tentang pengetahuan seks,diharapkan anak tidak terjerumus kepada hal-hal yang dilarang agama apalagi sampai terjerumus kepada free seks.nah disinilah peran orang tua sangat penting dalam membimbing anaknya yang disesuaikan dengan adat yang ada di masyarakat.jaeni dahlan 4pai2.wassalamu'alaikum.

mz rony mengatakan...

as wr wb
menurut saya pendidikan usia dini sangat penting,karena ini akan mempengaruhi pengetahuan tenteang seks pada anak. agar tidak terjerumus pada hal-hal yang negatif.dan disini peran orang tua akan sangat berpengaruh pada pola pikir si anak,jadi harus di aktualisasikan sebaik mungkin.
imam tobroni
4 pai 2
062631061

Laelatul Khasanah mengatakan...

ass,setelah saya membaca artikel bapak tentang pendidikan sex pada anak,ternyata memang penting.ini menjadi bekal kita sebagai calon ibu&ayah.Laelatul Khasanah 4PAI2 062631074

laelina mengatakan...

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Setelah saya membaca dan mencermati artikel tentang seks education yang bapak tulis maka saya akan sedikit menanggapi tulisan bapak. Saya sangat setuju dengan adanya seks education pada usia dini, karena ini dapat membantu pengetahuan tentang seks pada anak. Jadi pendidikan seks memang sangat penting agar nantinya seks tersebut bukan merupakan sesuatu yang tabu dan dianggap negatif. Karena jika anak pada usia dini tidak pernah diberi seks education maka dikhawatirkan akan melakukan penyimpangan-penyimpangan seksual pada masa berikutnya. Jadi seks education harus dipahami secara jelas dan direalisasikan dengan baik agar tidak salah persepsi terhadap pemahaman seks.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
laelina fitrotul ngizah
062631076
4 PAI-2

isma mengatakan...

Asalamu'alaikum Wr.Wb

Menanggapidari tulisan pak Roqib tentang Pendidikan seks pada anak usia dini sangat menarik karena dengan pendidikan tersebut anak menjadi tahu tentang apa fungsi dari DOMPET & BURUNG.
Biasanya seks dibicarakan secara terbuka pada anak-anak karena anak akan mengerti tentang seks dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan usianya.
Setelah anak mengetahui tentang fungsi dari DOMPET & BURUNG maka tidak akan melakukan sesuatu yang tidak baik misalnya dengan seks bebas, terkecuali dengan pasangan nya masing-masing (muhrim). Sekian

Wasalamu'alaikum Wr.Wb

By. ISMA ROSTIANA
4 KI 1
062633020

mamluatul mengatakan...

Assalamualaikum.wr.wb. Menanggapi tulisan Bapak yang berjudul Pendidikan seks pada usia dini saya sangat tertarik dan setuju dengan Bapak.Penyampaian pendidikan seks pada anak-anak harus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak mengetahui bahaya yang ditimbulkan apabila bermain-main dengan seks,tentunya dengan bahasa yang komunikatif-efektif sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman si anak. Kita tentunya tahu bahwa dalam era globalisasi ini,masalah seks bebas sangat merajalela.
Para orang tua tentuya tidak mau apbila anak-naknya terjerumus ke free seks.Oleh sebab itu pendidikan seks pada anak sangat penting.
Wassalamualaikum.wr.wb

Mamluatul khikmah 4KI.1

dian mengatakan...

asalamu'alaikum wr.wb

Saya setuju dengan apa yang pak Roqib tulis. Karena dengan adanya pendidikan tersebut anak menjadi tahu tentang apa fungsi dari alat fitalnya masing-masing. Sehingga anak tidak akan melakukan seks bebas. Sekian

wasalamu'alaikum wr.wb

DIAN DESI KURNIATIN
062633011
4 KI 1

dewi mengatakan...

Assalamualaikum.wr.wb.
Pendidikan seks memang sangat penting diberikan kepada anak mulai sedini mungkin,sewaktu anak mulai mengenal organ-organ terpenting mereka,disesuaikan dengan usia mereka. Orang tua harus memahami kondisi pertumbuhan jiwa anak. Saya setuju dengan apa yang disampaikan oleh bapak. Bahwa agar anak-anak lebih mengetahui apa itu seks dan bahaya apa yang ditimbulkan dari seks bebas itu.
Jadi anak-anak tidak sembarangan melakukan hal-hal yang mereka anggap nikmat,sewaktu mereka mengkhayalkan betapa indahnya seks.
Semoga orangtua sadar akan pentingnya pendidikan seks pada anak-anak mereka.
Wassalamualaikum wr wb
DEWI SETIAWATI 4KI.1
062633010

Musthofa elfikr mengatakan...

assalamualaikum,sangat setuju dengan adanya pendidikan sekx pada anak karena dapat memberikan penngetahuan pada merka beatapa bahayanya sex bebas.

Musthofa elfikr mengatakan...

assalamualaikum,sangat setuju dengan adanya pendidikan sekx pada anak karena dapat memberikan penngetahuan pada merka beatapa bahayanya sex bebas.
isnaeni 4PAI2

Musthofa elfikr mengatakan...

assalamualaikum,
perkenalkan nama saya hikmah melin ...,menurut saya pendidikan seks pada anak usia dini sangatlah penting kerna di zaman yang serba awur-awuran ini tentu akan sangat berdampak negatif, dan mungkin perlu diimbangi dengan pendidikan agama.dan dalam hal ini, peran orang tua sangatlah diperlukan untuk selalu mengontrol, mendidik dan menasihati.ok Pak!!!

agus purba mengatakan...

assalamu'alaikum Wr.Wb
saya agus purba 4KI-1 ingin mengomentari bahwa pendidikan tentang seks sebenarnya perlu diberikan orang tua pada anak sejak usia dini agar anak bisa lebih memahami keunikan dirinya. Dengan demikian, anak akan lebih percaya diri, mampu menerima keunikan dirinya sekaligus tahu bagaimana menjaga dirinya sendiri. misalnya Dr. Boyke mencontohkan, baru-baru saja ia diminta melakukan operasi untuk mengembalikan keutuhan selaput dara seorang anak kelas IV SD asal Indramayu, yang tanpa sengaja melakukan hubungan seksual dengan teman sekelasnya karena mencontoh adegan film porno.
”Anak itu sendiri juga tidak mengerti apa yang dilakukannya. Karena itu, pengenalan aspek seksual sejak dini sebenarnya diperlukan. Jangan berpikir bahwa anak Anda kelak akan memahami seks dengan sendirinya atau bahwa anak Anda tidak perlu tahu seks karena ia rajin beribadah. Pengenalan aspek seksual juga membuat si anak menjadi lebih percaya diri jika dewasa kelak karena ia lebih mengenal dan bisa menerima keunikan dirinya,” katanya.
Wassalam..................

ika mengatakan...

Assalamua'laikum wr. wb.
Setelah membaca artikel yang bapak tulis,saya akan mencoba menanggapi tulisan bapak. Menurut saya pendidikan seks usia dini baik dan sangat penting untuk dipelajari pada anak usia dini. Dimana hal-hal yang negatif dan positif tentang seks bisa diketahui dan dipahami. Dan itu semua tergantung dengan individunyamasing-masing, bagaimana cara menyikapinya. Karena jika anak memperoleh informasi dan pengalaman tentang seks yang salah akan membuat beban psikis dan bisa mempengaruhikesehatan seksualnya kelak.

Laely Ambar Fachriany
Tar/4PAI-2
062631077

Endah Purwati mengatakan...

Assalamu'alaikum wr. wb.

Menanggapai tulisan Bapak mengenai pendidikan seks pada usai dini, memang sangat penting bagi anak apalagi pda jaman sekarang. arus informasi yang begitu cepat, membuat segala bentuk informasi dapat diakses begitu mudah dengan media yang ada sekarang ini seperti internet, hp dan sebagainya.

Hal-hal yang terkait dengan pornografi dan porno aksi pun sangat mudah diperolah dengan media yang ada. untuk itu, pendidikan seks pda anak usia dini adalah sebuah pengatahuan dasar untuk mengantarkan anak memiliki pengathuan seks yang cukup sehingga pada gilirannya setelah ia dewasa, bisa mengendalikan dirinya untuk tidak berperilaku seks menyimpang. juga sebagai pencegah secara dini perilaku seks bebas dan kehamiulan di luar nikah.

Wassalam.....

amroh khafifah mengatakan...

ass,saya amroh 4KI-1,menanggapi tulisan dari bapak,saya setuju sekali tentang pendidikan seks pada usia dini karena dijaman yang modern ini banyak sekali adanya seks bebas.dengan pendidikan seks anak jdi bisa mengetahui tentang bahaya seks bebas.

indariwayati mengatakan...

Assalamu'alaikum...setelah saya membaca tulisan Bapak,menurut saya pendidikan seks pada usia dini itu sangat penting karena anak akan menjadi tahu arti seks dan pentingnya penggunaan seks pada dirinya.Anak juga bisa meminimalisir tindakannya dalam pergaulan sehari-hari.Orang tua juga ikut serta dalam berperan aktif dalam membimbing anaknya,juga orang tua harus menyesuaikan usia anak.Pendidikan seks ini lebih ditekankan oleh seorang ibu,karena ibu adalah yang lebih dekat dengan anaknya.Cara membimbing anak harus bertahap agar anak bisa mengetahui lebih mendalam akan seks.
Untuk itu,pendidikan seks pada anak usia dini tidak terlepas dengan tingkah laku,agama dan peran dari orang tua.

Indariwayati 4 KI 1 062633017

indah widiawati mengatakan...

ass.... pak ini indah W anak tarbiyah 4Ki-1.
mengenai pendidikan sexs pada anak,saya juga setuju kalau pendidikan itu harus diberikan sejak dini.karena dengan seperti itulah anak bisa menjadi paham tentang hal-hal yang berkaitan dengan sexs.sehingga anak bisa memilih mana yang baik untuk ditiru dan mana yang tidak baik untuk ditinggalkan.
begitu juga dalam penggunaan teknologi yang terus berkembang,anak bisa lebih memanfaatkan untuk hal-hal positif,selain itu orang tua juga harus memperhatikan tempat anak itu bermain,dengan siapa anak bergaul.kemudian mengenai tullisan bapak saya masih banyak kata-kata yang belum saya mengerti.jadi mungkin cuma ini komentar dari saya.
wass......

Listiawati hayuning Tyas mengatakan...

ass,saya listiawati 4KI-1.mengomentari tulisan bapak,menurut pendapat saya pendidikan seks pada anak usia dini sangatlah penting karena dengan adanya pendidikan tersebut anak menjadi mengerti apa itu seks,agar nantinya si anak tidak terjerumus ke hal-hal yang membahayakan.seperti seks bebas.wass