Minggu, 09 Maret 2008

Peta Keagamaan Banyumas (Jurnal JPA)

PETA KEAGAMAAN MASYARAKAT BANYUMAS
(Studi Eksploratif di Wilayah Kecamatan Purwokerto Utara)
Oleh. Dr. H. Muhamad Roqib, M.A.g.
(Direktur Pascasarjana STAIN Purwokerto dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto)


Abstrak
Suatu hal yang amat penting untuk dilakukan seseorang atau organisasi sebelum mengambil kebijakan adalah melakukan pemetaan. Konflik sosial keagamaan seringkali muncul di masyarakat disebabkan, antara lain, oleh pemetaan tentang sosial-keagamaan yang salah, sehingga kebijakan yang diambil oleh decision maker menjadi kurang tepat bahkan berimplikasi negatif.
Penelitian ini mencoba membidik peta keagamaan masyarakat Banyumas dengan sampel penelitian kecamatan Purwokerto Utara dengan pertimbangan wilayah ini memiliki tingkat dinamika yang relatif berbeda dengan wilayah lain, terutama dalam bidang pendidikan dan keagamaan, pluralitas penduduk, terdapat dua (2) perguruan tinggi negeri STAIN dan UNSOED serta SPN (Sekolah Polisi Negara) sehingga cukup representatif untuk menggambarkan Kabupaten Banyumas.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana potret keagamaan di wilayah ini meliputi SDM dan fasilitas pengembangan keagamaannya serta prospeknya.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa potret keagamaan masyarakat Purwokerto Utara memiliki karakteristik tersendiri, memiliki potensi besar tetapi belum dikembangkan. Indikator potensi tersebut adalah adanya STAIN, Pesantren al-Hidayah, pesantren Darul Abrar di Kelurahan Purwanegara, SPN (Sekolah Polisi Negara) yang memiliki Binroh dan Universitas Jendral Sudirman dengan UKI (Unit Kerohanian Islamnya). Di lain sisi ada kelompok pengajian dan tradisi keagamaan. Dari tujuh (7) kelurahan yang ada di Kecamatan Purwokerto Utara, Kelurahan Purwanegara merupakan kelurahan yang paling kental nuansa relegiusitasnya sedang kelurahan lainnya potensi dan aktifitas keagamaannya cukup baik dengan variasi kegiatan dan kendala yang beragam di antarnya fasilitas yang kurang memadai dan SDM yang kurang merata. Secara keseluruhan data menunjukkan bahwa prospek perkembangan keagamaan cenderung stabil dan kurang menunjukkan potensi untuk meningkat dengan cepat karena lemahnya perencanaan program dan minimnya koordinasi (peran organisasi).


Kata Kunci :

Peta Keagamaan, Potensi Wilayah, Strategi, Pengembangan Keagamaan, Pendidikan dan Dakwah.

I. Pendahuluan
Sudah menjadi kodrat alam (sunnatullah), jika manusia dalam kapasitasnya sebagai makhluk sosial (zoon politicon), harus senantiasa mengerti dan memahami tentang seluk beluk kehidupan sosial di lingkungan sekitarnya. Mengetahui kondisi kehidupan sosial masyarakat di lingkungan sekitar merupakan bukti yang menunjukkan akan kepekaan dan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar. Hal tersebut juga akan menjadikan dirinya lebih gampang untuk melakukan adaptasi, komunikasi dan selanjutnya berinteraksi. Selain itu, mengenali kondisi kehidupan lingkungan secara baik akan mempermudah dalam melakukan sosialisasi diri, ide, dan gagasan yang dimilikinya. Tentu saja akseptabilitas yang merupakan salah satu ukuran penting bagi keberhasilan dalam bermasyarakat akan lebih mudah terwujud. Demikian pula, mengetahui berbagai kondisi obyektif sebuah wilayah yang terkait dengan aspek geografis maupun sosiologis (sosial, budaya, ekonomi, politik dan agama) menjadi sangat signifikan bagi upaya pengembangan keagamaan dalam masyarakat, karena paling tidak akan memberi informasi yang sangat memadai sebagai dasar acuan dalam menentukan langkah pengembangan yang lebih tepat.
Karena itu, penelitian tentang peta kehidupan keagamaan jelas akan memberi makna signifikan bagi penetapan kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong semangat keagamaan dan peningkatan kualitas keberagamaan masyarakat terkait. Kebijakan – kebijakan yang diambil akan benar-benar selaras dengan tuntutan kebutuhan dan realitas masyarakat yang ada, sehingga akan memberi manfaat riil bagi kemajuan dan peningkatan moralitas masyarakatnya.
STAIN Purwokerto, secara geografis maupun administratif berada di wilayah Kecamatan Purwokerto Utara, dan secara sosiologis senantiasa berhubungan secara langsung maupun tidak dengan komunitas di wilayah tersebut. Bagi civitas STAIN, mengetahui kondisi obyektif wilayah itu merupakan keniscayaan, karena akan menjadikan hubungan, komunikasi dan interaksi dapat dilakukan secara lebih take and give. Tentu menjadi ironis, jika civitas STAIN tidak mengetahui kondisi obyektif masyarakat di wilayah Purwokerto Utara, lebih khusus lagi kondisi obyektif kehidupan keagamaan yang berkembang di masyarakat tersebut, di mana civitas STAIN berada dan beraktivitas/ berkiprah di dalamnya. Sebenarnya, dengan mengetahui berbagai tradisi, kebiasaan, sifat, kecenderungan, karakter bahkan potensi pembangunan maupun konflik keagamaan yang dimiliki oleh masyarakat dalam wilayah tersebut, akan menjadikan civitas STAIN lebih mudah dalam melakukan interaksi maupun komunikasi sosial, atau dapat mempermudah dalam merancang strategi atau model penanaman nilai-nilai keagamaan yang menjadi misi utama STAIN, khususnya dalam masyarakat tertentu di wilayah tersebut.
Hal lain yang perlu diketahui, bahwa Kecamatan Purwokerto Utara juga memiliki banyak spisifikasi dan potensi seperti didiami oleh banyak tokoh-tokoh penting, Perguruan Tinggi, dan SPN yang sering menjadi tempat kunjungan. Ada juga hal yang unik, bahwa setiap bulan ‘Idhul Adha, khususnya di Kelurahan Purwanegara, selalu menjadi perhatian. Di salah satu masyarakat yang termasuk dikategorikan abangan (menurut klasifikasi Geertz), meski belum dapat diketahui motivasinya secara jelas, ternyata mereka memiliki semangat berkorban yang cukup tinggi.
Dalam konteks seperti ini, memahami secara mendalam atas kondisi obyektif masyarakat di wilayah Kecamatan Purwokerto Utara, baik yang berkaitan dengan kondisi geografis, ekonomi, politik, sosial, budaya bahkan kehidupan keagamaan menjadi amat signifikan bagi kelancaran pelaksanaan program-program utama STAIN sendiri juga program pemerintah khususnya yang terkait dengan kebijakan pengembangan keagamaan dan lainnya.
Agama (khususnya) Islam di Indonesia telah menjadi darah dan daging bagi sebagian besar rakyat Indonesia, sehingga sadar atau pun tidak berbagai aspek kehidupan masyarakat telah dijiwai oleh agama itu (dalam kuantum dan intensitas yang gradual). Dengan demikian sikap seseorang terhadap kehidupan dan lingkungan sedikit banyak akan terpengaruh oleh sikap religiusnya. Untuk mengetahui pengaruh sikap religius seseorang terhadap kehidupan dan lingkungannya, begitu juga sebaliknya, baik positif maupun negatif telah menjadi obyek dari berbagai penelitian keagamaan di berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia.
Menurut Ludjito, dalam tulisannya Mengapa Penelitian Agama, dikatakan bahwa terdapat beberapa permasalahan kehidupan agama di Indonesia. Di antara permasalahan tersebut adalah meskipun terdapat golongan yang ekstrem dalam menyebarkan dan mengamalkan serta mempertahankan agama, namun sejarah mencatat pula bahwa mereka selalu merupakan kelompok minoritas dan karenanya tidak bertahan lama. Adanya ajaran agama bahwa tak ada hak seseorang untuk memaksa orang lain untuk memasuki agamanya, karena agama haruslah dipeluk dengan cara suka rela. Agama juga mengajarkan bahwa hendaklah penganutnya berusaha dengan sekuat tenaga untuk menuntut perbaikan hidup selama di dunia ini, karena kebahagiaan hidup di dunia (yang diridlai Tuhan) merupakan jembatan untuk kebahagiaan hidup di akherat dan tercapainya kebahagiaan hidup di dunia. Di samping itu, adanya kecenderungan bahwa pada setiap agama terdapat sekte-sekte yang berbeda satu sama lain dalam gradasi tertentu, yang dalam beberapa hal tertentu bahkan dapat saling menyerang di antara sesama mereka. Begitu pula terdapat suatu keyakinan dari setiap pemeluk suatu agama bahwa agamanyalah yang paling benar dari yang lain.[1] Truth claim ini telah mempengaruhi wajah kehidupan keagamaan di Indonesia.
Adapun penelitian-penelitian keagamaan secara lebih spesifik, misalnya terhadap beberapa komunitas Muslim di Indonesia, telah banyak dilakukan oleh para peneliti Muslim sendiri maupun para peneliti Non-Muslim. Sebagai contoh yang sangat populer, penelitian yang dilakukan oleh pihak Non-Muslim adalah penelitian Clifford Geertz yang mengkaji budaya dan agama di sebuah kota kecil di Jombang, Jawa Timur, di mana hasil yang ia ekspos adalah sebagai Agama di Jawa, sebagaimana yang ia munculkan dalam bukunya dengan judul The Religion of Java. Demikian pula bukunya yang berjudul Islam Observed : Religious Development In Marocco and Indonesia. [2] Dalam kajian Geertz tersebut, sebenarnya terdapat beberapa kelemahan dan problem ketika ia semata-mata menggunakan pendekatan sosial terutama dari sudut antropologi, yakni problem generalisasi dan problem gap antara perilaku sosial pemeluk Islam dengan ajaran normatif Islam. Di samping itu, sebagian problem yang ada dalam kajian Islam yang dilakukan oleh Sarjana Barat Non-Muslim, adalah kurangnya atau miskinnya kemampuan para sarjana tersebut tentang pengetahuan keislaman, sehingga problem yang sering muncul adalah kekeliruan sumber yang dipakai untuk mengetahui Islam oleh para ilmuwan sosial Barat. Meskipun demikian, banyak juga berbagai kelebihan dan hal baru yang sangat bermanfaat dari berbagai pendekatan yang dipakai oleh para Sarjana Barat untuk bisa diterapkan dalam melakukan berbagai penelitian keagamaan.
Kajian terhadap peta keragamaan pemikiran keagamaan secara lebih khusus, telah dilakukan oleh Abudin Nata dalam bukunya yang berjudul Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia. Dalam karyanya tersebut dipaparkan berbagai corak pemikiran Islam yang selama ini berkembang di Indonesia, yakni Islam fundamentalis, Islam teologis-normatif, Islam eksklusif, Islam rasional, Islam transformatif, Islam aktual, Islam kontekstual, Islam esoteris, Islam tradisionalis, Islam modernis, Islam kultural dan Islam inklusif-pluralis. Masing-masing corak pemikiran Islam tersebut dijelaskan pula pengertiannya, latar belakang munculnya, bentuk paham atau ciri-cirinya dan pengamalannya.[3]
Dalam pandangan Dawam Rahardjo, ada tiga tahap dalam perkembangan pandangan mengenai agama dalam konteks pembangunan dan modernisasi di Indonesia. Pada mulanya, agama menjadi sasaran perubahan dan dilihat sebagai hal yang tidak relevan, bahkan menjadi faktor penghambat dalam proses pembangunan dan modernisasi. Pada tahap kedua, timbul tidak saja keprihatinan terhadap kedudukan agama, tetapi orang mulai melihat peranan agama yang bisa menunjang perubahan masyarakat. Pada tahap ketiga, yakni harapan pada masa mendatang, yakni keyakinan keagamaan mestinya dijadikan dasar untuk menatap kehidupan masa depan yang mencerahkan.[4]
Menurut kaca mata Atho’ Mudzhar, dalam penelitian keagamaan sangat penting dilakukan dengan pendekatan sosiologi, dan dapat mengambil beberapa tema di antaranya : Pertama, studi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat. Kedua, studi tentang pengaruh struktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman ajaran agama atau konsep keagamaan. Ketiga, studi tentang tingkat pengamalan beragama masyarakat. Keempat, studi pola sosial masyarakat beragama. Kelima, studi tentang gerakan masyarakat yang membawa paham yang melemahkan atau menunjang kehidupan beragama.[5]
Di sisi lain, meskipun telah banyak dilakukan penelitian-penelitian keagamaan yang dilakukan oleh para peneliti di lingkungan perguruan-perguruan tinggi agama Islam maupun yang dilakukan atau difasilitasi oleh jajaran Departemen Agama Pusat, namun menurut Moeslim Abdurrahman, terlepas dari segi-segi kelebihannya, penelitian-penelitian tersebut beberapa di antaranya memiliki sejumlah “kelemahan pendekatan” yang berpengaruh sekali terhadap kerangka analisa yang dikembangkan. Beberapa “kelemahan dasar” tersebut di antaranya ialah : (1) peneliti cenderung menempatkan dua kelompok umat beragama atau lebih, yang berbeda dalam posisi dikotomi sosio-kultural secara ketat; (2) mengabaikan variable-variabel lain di luar agama; (3) mengabaikan peranan dan persepsi individu sebagai anggota persekutuan salah satu agama dengan cara menekankan “analisa kelompok”, dan (4) seringkali “gampang” mengangkat generalisasi terhadap hasil dari suatu studi kasus. Oleh karenanya untuk menghindari beberapa kelemahan tersebut, dapat dilakukan beberapa cara di antaranya : (1) menempatkan obyek penelitian sebagai satu kesatuan sosio-kultural masyarakat sebuah desa dengan memperhatikan segala macam ikatan primordial yang mengitarinya; (2) melihat faktor-faktor lainnya yang secara obyektif bisa mendorong timbulnya konflik dan integrasi sosial dengan mempertimbangkan semua jenis variabel sejauh yang bisa diketahui; (3) kemudian menentukan seberapa jauh “agama” menjadi variable penting sebagai sumber konflik maupun integrasi sosial yang terjadi.[6]
Bertolak dari berbagai problem dan urgensi dalam penelitian keagaman sebagaimana tersebut di atas, kami (para peneliti) termotivasi untuk mencoba menjadikan STAIN Purwokerto sebagai referensi atau sumber data bagi umat khususnya di wilayah Kabupaten Banyumas (yang dalam hal ini, untuk sementara terfokus pada wilayah Kecamatan Purwokerto Utara) yang terkait dengan masalah kehidupan keagamaan, dengan melakukan penelitian tentang Peta Keagamaan Masyarakat Banyumas (Studi Eksploratif di Wilayah Kecamatan Purwokerto). Penelitian yang serupa sebenarnya telah dilakukan oleh para peneliti lain di STAIN Purwokerto pada tahun lalu, dengan memfokuskan daerah penelitian di wilayah Kecamatan Kebasen dan Purwojati. Meskipun demikian, sebagai tindak lanjut berikutnya yang mengarah pada penelitian keagamaan secara komprehensif meliputi seluruh wilayah Kabupaten Banyumas, maka penelitian ini dipandang layak untuk dilakukan. Apalagi, melihat dari hasil penelitian-penelitian yang lalu, masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan dalam pencarian dan penyajian data, serta pembahasan dan analisisnya.

II. Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, pengumpulan data secara umum akan dilakukan dengan observasi lapangan, wawancara dengan berbagai tokoh dan komponen masyarakat yang berkompeten dan dokumentasi terhadap beberapa data yang diperlukan, sedang data yang berkaitan dengan masalah kehidupan keagamaan akan menggunakan teknik sampling, dimana akan diambil sebagian individu yang mewakili masyarakat untuk dijadikan sebagai subyek dalam penelitian ini.
Data yang terkumpul akan dipaparkan secara diskriptif, apa adanya. Selanjutnya data-data tersebut akan dibahas dan dianalisa dengan menggunakan teori-teori dan perspektif keagamaan.
Adapun permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah masalah kehidupan keagamaan, termasuk di dalamnya adalah dinamika kehidupan keagamaan (potensi, harapan dan tantangan) dan kehidupan sosial pada umumnya di wilayah Kecamatan Purwokerto Utara. Mengetahui berbagai kondisi sosial masyarakat di wilayah kecamatan Purwokerto Utara seperti potensi, harapan, dan tantangan terhadap pelaksanaan nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan potensi tersebut, bagaimana kehidupan keagamaan masyarakat dapat dikembangkan dan didayagunakan secara optimal.
Dengan data yang akurat terkait dengan peta keagamaan masyarakat Purwokerto Utara diharapkan jalinan hubungan yang lebih komunikatif dan konkret antara komunitas STAIN dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Purwokerto Utara dapat terwujud dengan baik, sehingga STAIN mampu berpartisipasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat sehingga kehidupan keagamaan yang inklusif dapat terbangun dengan baik.

III. Hasil Penelitian dan Analisis
Dari penelitian tersebut dihasilkan pemetaan bahwa kondisi keagamaan di Kecamatan Purwokerto Utara:
1. Potret Pemeluk Agama.
Bahwa pemeluk Islam sangat dominan di wilayah ini, 42.944 orang (96,27%) diikuti oleh Protestan 741 orang ( 1,66%), katholik 710 orang ( 1,59%) Budha 24 orang ( 0,05%), Hindu 18 orang ( 0,04%). Yang menarik dari tabel di atas adalah jumlah pemeluk aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sejumlah 173 ( 0,39 %).
Apabila diklasifikasi berdasarkan jumlah pemeluk agama pada masing-masing kelurahan diperoleh data bahwa kelurahan Purwanegara merupakan wilayah mayoritas Muslim (8743 orang), diikuti Protestan (242 orang), dan Katholik (230 orang), Hindu 18 orang dan Budha (5 orang). Sebuah komposisi yang memenuhi semua agama hanya aliran kepercayaan yang keseluruhan bertempat tinggal di Karang Wangkal yang memang di kenal dengan wilayah “abangan” karena potret keagamaanya.
2. Potret Fasilitas tempat Peribadatan.
Dalam perspektif fasilitas rumah peribadatan hanya agama Islam yang memiliki tempat ibadah di semua kelurahan (jumlah total di tempat ibadah; masjid 32 buah dan mushola 82 buah) dan agama Budha yang jumlah pemeluknya hanya 6 orang di Sumampir tetapi pemeluk Budha ini telah memiliki tempat ibadah.
3. Potret Kualitas SDM
Potret keagamaan kecamatan Purwanegara yang mayoritas Muslim tersebut di atas memiliki lembaga kajian yang secara kuantitatif memadai hanya wilayah Purwanegara dengan jumlah tokoh agama yang signifikan. Meskipun demikian wajah “asal-asalan” dengan perencanaan yang kurang serius tetap dirasakan. Hal ini disebabkan miskinnya koordinasi antar tokoh dan sistem pengelolaan lembaga informal keagamaan yang seadanya seperti belum memiliki kurikulum serta fasilitas pendidikan dan pembelajaran yang memadai. Jumlah Tokoh Agama ada 63 orang yang mayoritas berada di kelurahan Purwanegara bahkan di kelurahan ini ada tokoh pengajar agama Islam, Kristen dan Hindu.
Dari hasil penelitian di atas dapat dianalisa bahwa:
Peta keagamaan masyarakat Purwokerto Utara memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini paling tidak disebabkan oleh adanya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri dengan dua ribuan lebih mahasiswa yang sebagiannya kost atau bertempat tinggal di sekitar kampus yang lokasinya berada di kelurahan Purwanegara Purwokerto Utara. Masyarakat Purwokerto Utara yang mayoritas penduduknya beragama Islam semakin menunjukkan identitas religius tersebut di antaranya karena keberadaan STAIN ini. Di sisi lain keberadaan Pesantren al-Hidayah dan pesantren Darul Abrar di Karangsuci semakin memperkuat nuansa keagamaan yang dimiliki oleh Kelurahan Purwanegara dan umumnya kecamatan Purwokerto Utara karena sebagian santri juga ikut berperan sebagai da’i atau guru agama, apalagi di Purwokerto Utara ini juga ada SPN (Sekolah Polisi Negara) yang memiliki Binroh dan Universitas Jenderal Soedirman dengan UKI (Unit Kerohanian Islamnya).
Di antara tujuh (7) kelurahan yang ada di Kecamatan Purwokerto Utara, Kelurahan Purwanegara merupakan kelurahan yang paling kental nuansa relegiusitasnya. Potensi tersebut mendukung semarak kehidupan keagamaan di kelurahan ini. Hal ini disebabkan oleh antara lain:
Adanya Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) dengan P3M (Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Tim Dakwah, dan Mahasiswanya, di antaranya yang tergabung dalam Fokus atau Forum Komunikasi Anak Kost) yang ikut mewarnai wilayah ini.
Adanya dua (2) pondok pesantren dengan jumlah santri sekitar 300-an telah memberikan kontribusi besar terhadap dinamika keagamaan masyarakat.
Sekolah yang bercirikan keagaman di Karang Suci yaitu MTs al-Hidayah dan SMU Diponegoro di bawah Yayasan al-Hidayah. Yayasan ini didirikan oleh Kyai kharismatik KH. Muslih, seorang tokoh daerah sekaligus tokoh nasional yang banyak mewarnai aktifitas dakwah Islamiyah.
Kualitas SDM tokoh agama yang dimiliki juga cukup mumpuni baik yang bergelar dokor (S-3) maupun yang magister (S-2) agama.
Dengan faktor-faktor di atas dapat ditarik benang merah terkait dengan fasilitas dan aktifitas keagamaan yang lebih menonjol dibandingkan kelurahan lain.
Secara keseluruhan potensi dan aktifitas keagamaan di enam (6) kelurahan selain kelurahan Purwanegara di kecamatan Purwokerto Utara cukup baik dengan variasi kegiatan dan kendala yang beragam. Walaupun demikian setiap kelurahan memiliki prospek yang baik untuk berkembang sebagaimana kelurahan Purwanegara atau bahkan lebih baik.
Peta keagamaan di Purwokerto Utara ini, secara umum, kurang memberikan kemungkinan dinamika kemajuan keagamaan yang berarti dan cepat. Hal ini merupakan tantangan yang harus dijawab terutama oleh tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintahan dan secara umum oleh seluruh warga masyarakat. Kondisi yang kurang kondusif bagi perkembangan yang dinamis ke depan adalah di antaranya karena:
Secara kuantitatif sarana ibadah baik Masjid maupun mushalla cukup representatif (kecuali di beberapa wilayah seperti desa Karang Ajing sebelah timur jalan raya yang belum memiliki musholla), namun sarana ibadah tersebut belum berfungsi secara signifikan karena model pengelolaan dan pendayagunaannya masih cenderung tradisional. Hanya beberapa masjid yang telah berusaha untuk memakmurkannya secara optimal dengan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan pemberdayaan jama’ah.
Fasilitas pendidikan agama yang berupa madrasah diniyah / ibtidaiyah di wilayah Purwokerto Utara sangat tidak memadai dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mayoritas beragama Islam.
Institusi keagamaan di Purwokerto Utara belum mampu melakukan usaha-usaha perberdayaan masyarakat umum.
Kualitas SDM tokoh-tokoh agama yang diakui kurang memiliki standar profesional dan tokoh-tokoh agama tersebut terkonsentrasi pada wilayah tertentu, tidak tersebar secara merata.
Adanya konflik di antara sebagian tokoh-tokoh agama Islam yang dalam kasus tertentu berakibat pada terjadinya polarisasi di kalangan jama’ah.
Kaderisasi yang tidak terencana dan mengalami keterputusan program karena generasi penerusnya yang kurang mumpuni atau tidak dipersiapkan. Kegiatan keagamaan banyak didominasi kalangan orang tua sedang kegiatan keagamaan remaja cenderung minim dan kurang mendapat pendampingan dari tokoh maupun seniornya.
Secara umum hubungan antar intern umat beragama dan antar umat beragama telah menunjukkan adanya hubungan yang harmonis, bahkan sudah ada kerjasama dalam bidang sosial keagamaan.

IV. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisa di atas dapat disimpulkan; Bahwa semua wilayah memiliki karakteristik keagamaan yang dilatarbelakangi oleh background historis dan sosiologisnya masing-masing. Warna keagamaan akan semakin kental dan terlihat religius apabila pusat-pusat studi keagamaan, fasilitas, dan ketersediaan SDM (ulama atau tokoh agama) yang memadai.
Potret tersebut dalam penelitian ini dapat dilihat di wilayah Purwanegara yang kental nilai religiusitasnya dibandingkan dengan kelurahan lain hal ini disebabkan karena ada peran STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) dengan dua ribuan lebih mahasiswa dan tenaga dosen yang sebagiannya kost atau bertempat tinggal di sekitar kampus. Di sisi lain ada lembaga Pesantren al-Hidayah dan pesantren Darul Abrar yang memberikan corak tersendiri ditambah lagi dengan peran Binroh SPN (Sekolah Polisi Negara).
Dengan peta keagamaan tersebut dibutuhkan kerja keras dari tokoh-tokoh agama bekerjasama dengan berbagai pihak untuk membuat perencanaan kegiatan pengembangan keagamaan dan pelaksanaannya di lapangan. Upaya ini niscaya dilakukan karena, secara umum, data menunjukkan bahwa kekurangan yang menonjol dari potret pengembangan keagamaan di wilayah ini, termasuk Purwanegara yang lebih religius, kurang dimanaj secara baik sehingga belum memberikan peluang untuk kemajuan keagamaan yang berarti dan cepat di masa yang akan datang.




END NOTE


[1] A. Ludjito, “Mengapa Penelitian Agama”, dalam Mulyanto Sumardi (Penyusun), Penelitian Agama : Masalah dan Pemikiran, Sinar Harapan, Jakarta, 1982, h. 11-14.
[1] Secara lebih lengkap baca, Clifford Geertz, The Religion of Java dan Islam Observed : Religious Development in Marocco and Indonesia, The University of Chicago Press, Chicago, 1971.
[1] Lihat, Abudin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001.
[1] M. Dawam Rahardjo, “Pendekatan Ilmiah Terhadap Fenomena Keagamaan”, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama : Sebuah Pengantar, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1989, h. 26.
[1] M. Atho’ Mudzhar, “Pendekatan Sosiologi dalam Studi Hukum Islam”, dalam Amin Abdullah dkk., Mencari Islam : Studi Islam Dengan Berbagai Pendekatan, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2000, h. 30-33.
[1] Moeslim Abdurrahman, “Posisi Berbeda Agama Dalam Kehidupan Sosial di Pedesaan”, dalam Mulyanto Sumardi (Penyusun), Penelitian Agama : Masalah dan Pemikiran, Sinar Harapan, Jakarta, 1982, h. 140-141.











DAFTAR PUSTAKA


A. Ludjito, “Mengapa Penelitian Agama”, dalam Mulyanto Sumardi (Penyusun), Penelitian Agama : Masalah dan Pemikiran, Sinar Harapan, Jakarta, 1982.

Abudin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001.

Clifford Geertz, The Religion of Java. The University of Chicago Press, Chicago, 1971.

_________, Islam Observed : Religious Development in Marocco and Indonesia. The University of Chicago Press, Chicago, 1971.

M. Atho’ Mudzhar, “Pendekatan Sosiologi dalam Studi Hukum Islam”, dalam Amin Abdullah dkk., Mencari Islam : Studi Islam Dengan Berbagai Pendekatan, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2000.

M. Dawam Rahardjo, “Pendekatan Ilmiah Terhadap Fenomena Keagamaan”, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama : Sebuah Pengantar, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1989.

Moeslim Abdurrahman, “Posisi Berbeda Agama Dalam Kehidupan Sosial di Pedesaan”, dalam Mulyanto Sumardi (Penyusun), Penelitian Agama : Masalah dan Pemikiran, Sinar Harapan, Jakarta, 1982.

Monografi Kecamatan Purwokerto Utara Tahun 2003.







1 komentar:

Azha Nabil mengatakan...

Salam,
Kami terisnpirasi dengan rool model yang satu ini karena ia tidak lelah untuk mencari dan selalu mencari... Semoga...

http://www.thohiriyyah.com
icon pioner web pesantren se-banyumas.